Semua negara di dunia
mengalami masalah sampah ini, mari kita tengok bagaimana pengelolaan sampah di
negara-negara maju? Pertama di Asia, contohnya: negara Jepang yang kita kenal
dengan budaya tachiyomi (membaca sambil berdiri di toko buku tanpa membeli).
Selain itu, Jepang sangat disiplin dalam mengelola sampah sangat jauh berbeda
dengan negara kita (Indonesia).
JEPANG
Mereka (Jepang) telah membuat peraturan tentang pengelolaan
sampah ini, yang diatur oleh pemerintah kota. Mereka telah menyiapkan dua buah
kantong plastik besar dengan warna berbeda, hijau dan merah. Namun selain itu
ada beberapa kategori lainnya, yaitu: botol PET, botol beling, kaleng, batu
betere, barang pecah belah, sampah besar dan elektronik yang masing-masing
memiliki cara pengelolaan dan jadwal pembuangan berbeda.
Sebagai ilustrasi, cara membuang botol minuman plastik adalah
botol PET dibuang di keranjang kuning punya pemerintah kota. Setelah sebelumnya
label plastik yang menempel di botol itu kita copot dan penutup botol kita
lepas, label dan penutup botol plastik harus masuk ke kantong sampah berwarna
merah dan dibuang setiap hari kamis. Apabila dalam label itu ada label harga
yang terbuat dari kertas, pisahkan label kertas tersebut dan masukkan ke
kantong sampah berwarna hijau dan buang setiap hari Selasa.
Selain pengelolaan sampah di rumah, departemen store, convenient
store, dan supermarket juga menyediakan kotak-kotak sampah untuk tujuan recycle
(daur ulang). Kotak-kotak tersebut disusun berderet berderet di dekat pintu
masuk, kotak untuk botol beling, kaleng, botol PET. Bahkan di beberapa
supermarket tersedia untuk kemasan susu dan jus (yang terbuat dari kertas).
Uniknya lagi, dalam kotak kemasan susu atau jus (biasanya terpisah), terdapat
ilustrasi tentang cara menggunting dan melipat kemasan sedemikian rupa sebelum
dimasukkan ke dalam kotak.
Proses daur ulang itu pun sebagian besar dikelola perusahaan
produk yang bersangkutan, dan perusahaan lain atau semacam yayasan untuk
menghasilkan produk baru. Hebatnya lagi, informasi tentang siapa yang akan
mengelola proses recycle juga tertulis dalam setiap kotak sampah.
Sementara, pengelolaan sampah di stasiun kereta bawah tanah,
shinkansen, pada saat para penumpang turun dari kereta adapetugas yang berdiri
di depan pintu keluar dengan membawa kantong plastik sampah besar siap untuk
menampung kotak bento dan botol kopi penumpang sambil tak lupa untuk membungkuk
dan mengucapkan "otsukaresama deshita!."
Sebelum isu meningkatnya gerakan anti-terorisme (setidaknya
mereka menyebut demikian), pada awalnya, di tempat umum juga menyediakan
menyediakan kotak-kotak sampah, biasanya untuk kategori kaleng, beling, dan
sampah biasa (ordinary).
Sementara itu di Eropa dalam mengatasi masalah sampah ini,
Komisi Eropa telah membuat panduan dasar pengelolaan sampah yang diperuntukkan
untuk negara-negara anggotanya, seperti Belanda, Swedia dan Jerman. Dalam
penyusunan panduan itu melibatkan pemerintah, pengusaha, dan rakyat
masing-masing negara. Lalu, Kebijaksanaan Eropa itu kemudian diterjemahkan oleh
parlemen negara masing-masing ke dalam perundang-undangan domestik, yang
berlaku buat pemerintah pusat hingga daerah.
BELANDA
Sampai dengan abad ke-17 penduduk Belanda melempar sampah di
mana saja sesuka hati. Di abad berikutnya sampah mulai menimbulkan penyakit,
sehingga pemerintah menyediakan tempat-tempat pembuangan sampah. Di abad ke-19,
sampah masih tetap dikumpulkan di tempat tertentu, tapi bukan lagi penduduk
yang membuangnya, melainkan petugas pemerintah daerah yang datang mengambilnya
dari rumah-rumah penduduk. Di abad ke-20 sampah yang terkumpul tidak lagi
dibiarkan tertimbun sampai membusuk, melainkan dibakar. Kondisi pengelolaan
sampah di Negeri Kincir Angin (Belanda) saat itu kira-kira sama seperti di
Indonesia saat ini.
Kini di abad ke-21 teknologi pembakaran sampah yang modern mulai
diterapkan. Teknologi itu memungkinkan pembakaran tidak menimbulkan efek
sampingan yang merugikan kesehatan. Agar tujuan itu tercapai, sebelum dibakar
sampah mesti dipilah-pilah, bahkan sejak dari rumah. Hanya yang tidak
membahayakan kesehatan yang boleh dibakar. Sampah yang memproduksi gas beracun
ketika dibakar harus diamankan dan tidak boleh dibakar. Yang lebih
menggembirakan, selain bisa memusnahkan sampah, ternyata pembakaran itu juga
membangkitkan listrik.
SWEDIA
Sementara, pengelolaan sampah di Swedia selalu mengedepankan
bahwa sampah merupakan salah satu resources yang dapat digunakan sebagai sumber
energi. dasar pengelolaan sampah diletakkan pada minimasi sampah dan
pemanfaatan sampah sebagai sumber energi. Keberhasilan penanganan sampah itu
didukung oleh tingkat kesadaran masyarakat yang sudah sangat tinggi. Landasan
kebijakan Swedia, senyawa beracun yang terkandung dalam sampah harus dikurangi
sejak pada tingkat produksi. Minimasi jumlah sampah dan daur ulang
ditingkatkan. Pembuangan sampah yang masih memiliki nilai energi dikurangi
secara signifikan.
Sehingga, kebijaksanaan pengelolaan sampah swedia antara lain
meliputi: Pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA harus berkurang sampai
dengan 70 % pada tahun 2015. Sampah yang dapat dibakar (combustible waste)
tidak boleh dibuang ke TPA sejak tahun 2002. Sampah organik tidak boleh dibuang
ke TPA lagi pada tahun 2005. Tahun 2008 pengelolaan lokasi landfill harus harus
sesuai dengan ketentuan standar lingkungan. Pengembangan teknologi tinggi
pengolahan sampah untuk sumber energi ditingkatkan.
JERMAN
Sedangkan di Jerman terdapat perusahaan yang menangani kemasan
bekas (plastik, kertas, botol, metal dsb) di seluruh negeri, yaitu DSD/AG (Dual
System Germany Co). DSD dibiayai oleh perusahaan-perusahaan yang produknya
menggunakan kemasan. DSD bertanggung jawab untuk memungut, memilah dan mendaur
ulang kemasan bekas.
Berbeda dengan kondisi
Jerman 30 tahun silam, terdapat 50.000 tempat sampah yang tidak terkontrol,
tapi kini hanya 400 TPA (Tempat Pembuangan Akhir). 10-30 % dari sampah awal
berupa slag yang kemudian dibakar di insinerator dan setelah ionnya
dikonversikan, dapat digunakan untuk bahan konstruksi jalan.
Cerita menarik proses daur ulang ini datangnya dari Passau
Hellersberg adalah sampah organik yang dijadikan energi. Produksi kompos dan
biogas ini memulai operasinya tahun 1996. Sekitar 40.000 ton sampah organik
pertahun selain menghasilkan pupuk kompos melalui fermentasi, gas yang tercipta
digunakan untuk pasokan listrik bagi 2.000 - 3.000 rumah.
Sejak 1972 pemerintah Jerman melarang sistem sanitary landfill
karena terbukti selalu merusak tanah dan air tanah. Bagaimanapun sampah
merupakan campuran segala macam barang (tidak terpakai) dan hasil reaksi
campurannya seringkali tidak pernah bisa diduga akibatnya. Pada beberapa TPA
atau instalasi daur ulang selalu terdapat pemeriksaan dan pemilahan secara
manual. Hal ini untuk menghindari bahan berbahaya tercampur dalam proses,
seperti misalnya baterei dan kaleng bekas oli yang dapat mencemari air tanah.
Sampah berbahaya ini harus dibuang dan dimusnahkan dengan cara khusus.
INGGRIS
Di Inggris, ada City Council untuk
kawasan perkotaan, ada juga Town Council untuk
kawasan kota dengan ukuran yang lebih kecil dan ada juga Village Councilatau Parish Council.
Di Inggris tiap-tiap rumah diwajibkan membayar pajak bumi dan
bangunan juga, sama seperti di Indonesia, yang disebut Council Tax. Yang berbeda mungkin hanya jumlahnya yang
lebih mahal.
Council Tax ini digunakan oleh
pemerintah lokal setempat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan lokal semacam
perbaikan jalan, pemberian layanan dan fasilitas umum, dan juga pengelolaan
sampah.
Konsepnya cukup sederhana. Dalam hal pengelolaan sampah, dari
uang pajak yang kita bayar tiap bulan, oleh Council dibelanjakan. Salah satunya
adalah untuk pengadaan wheelie bin,
atau “tempat sampah beroda”. Disebut demikian karena memang ada rodanya,
hingga mudah didorong ke mana-mana untuk memperingan pekerjaan.
Ukuran kotak sampah ini bermacam-macam, dari kecil untuk
perumahan-perumahan yang agak padat agar menghemat tempat, sampai ukuran
raksasa untuk sampah industri. Warnanya pun beragam, tergantung aturan tiap
daerah atau kota yang memakainya.
Di setiap rumah, diberikan tiga buah wheelie bin ukuran sedang (seperti gambar pertama
yang berwarna hijau) oleh Town Council. Satu
berwarna hijau, satu berwarna coklat dan satu lagi biru tua. Di tutup
masing-masing kotak sampah ini, tercetak tulisan dengan rapi apa-apa yang harus
dimasukkan ke dalam kotak sampah yang mana, dan apa-apa yang tidak boleh.
Di kotak sampah yang coklat, hanya diperbolehkan mengisi sampah
kebun semacam daun, akar, ranting, gulma, bunga, sampah organik dapur semacam
kulit kupasan buah, sampah sayuran dll, dan juga kertas karton atau kardus
bekas. Tetapi abu sisa pembakaran sampah, kebun, sisa barbeque atau bakar sate
tidak boleh dimasukkan ke kotak coklat ini.
Di kotak sampah yang biru tua, hanya diperbolehkan mengisi
botol-botol kemasan plastik yang sudah tidak terpakai, semacam botol susu,
minuman jus, botol selai, botol minyak sayur, dll. Semua harus yang berupa
plastik saja. Di sini juga bisa dimasukkan majalah-majalah bekas, koran bekas
dan brosur-brosur bekas yang tak terpakai. Dan semua yang berbahan kertas.
Di kotak sampah yang hijau, diperbolehkan mengisi apa saja
selain yang harus masuk ke biru dan coklat, kecuali botol kaca. Semua sampah
rumah tangga yang tidak boleh masuk ke coklat dan biru, harus masuk ke kotak
hijau ini. Jadi isi sampah dari kamar mandi, sampah dari meja rias, sampah
dapur yang non-organik, semua masuk ke wheelie bin yang warna hijau.
Sementara botol-botol kaca bekas selai, sambal ABC, kecap Bango,
dll harus dikumpulkan terpisah untuk lalu dibawa ke tempat penampungan khusus
yang biasa disediakan di jalan masuk supermarket-supermarket besar.
Di dekat tempat penampungan botol bekas ini juga sering tersedia
kotak raksasa untuk pembuangan sepatu bekas dan baju bekas. Hebat kan?
Orang-orang di sini kadang aneh-aneh. Seringnya mereka membeli sesuatu tapi
lupa memakainya, dan ketika ingat, sudah tidak berminat lagi. Lebih banyak
baju-baju yang masih berlabel masuk ke tempat pembuangan ini, karena pemiliknya
kehilangan minat untuk memakainya (meskipun masih baru)
Demikian juga dengan sepatu, sering bernasib serupa. Tapi jangan
pikir kalian bisa mengambilnya begitu saja, karena pembuangan sepatu dan baju
ini didesain sedemikian rupa sehingga menjadi semacam kotak surat. Kalau kalian
sudah memasukkan surat ke kotak surat, susah kan mengambilnya lagi? Sama halnya
dengan kotak sepatu dan baju bekas ini. Yang sudah masuk, tidak bisa keluar
lagi, kecuali si petugasnya membuka gembok raksasa dan mengeluarkan isinya.
Lalu diapakan baju dan sepatu ini nantinya? Di Inggris, ada yang
namanya charity atau badan amal, mereka ada di mana-mana
dan banyak sekali. Badan-badan amal ini resmi, terdaftar dan kegiatannya
dipantau oleh pemerintah, jadi bukan main-main. Mereka inilah yang mengumpulkan
sepatu dan baju bekas untuk akhirnya dijual lagi dengan harga super murah, dan
uangnya digunakan untuk kegiatan amal.
Toko-toko milik charity ini
bertebaran hampir di tiap desa dan kota. Yang dijual adalah barang-barang bekas
seperti sepatu, baju, mainan, alat dapur dan buku. Uniknya, di tiap buku yang
dijual, ditempeli stiker berisi himbauan agar jika selesai membaca, mohon
dikembalikan ke toko itu untuk dijual lagi. Jadi uang yang kita bayarkan
sewaktu membeli buku itu jadi semacam uang sewa buku. Kalau aku sih seringnya
buku dari tokocharity kumasukkan ke rak buku untuk nambah
koleksi.
Bagaimana kalau kotak sampah kita sudah penuh? Ke mana sampah-sampah
rumah tangga tadi dibawa pergi? Siapa yang mengambilnya? Di sini lagi-lagi
peran Council sangat dibutuhkan. Dari uang pajak rumah
yang kita bayarkan tiap bulan tadi, masing-masing Council di tiap wilayah
masing-masing akan menyediakan mobil-mobil sampah yang berkeliling dari rumah
ke rumah setiap satu minggu sekali untuk mengumpulkan sampah-sampah kita.
Sampah dari kotak warna coklat dan biru akan dikirimkan ke
perusahaan daur ulang. Sampah organik dari kotak coklat akan diproses menjadi
kompos, produk untuk berkebun dan semacamnya, sedangkan sampah dari kotak biru
yang berisi kertas dan plastik akan diolah lagi menjadi produk-produk daur
ulang yang berbahan kertas dan plastik.
Karena isinya tidak memenuhi persyaratan daur ulang, sampah dari
kotak yang berwarna hijau akan dikirimkan ke tempat pembuangan sampah atau
disebut landfill setempat yang dikelola dengan cukup baik
agar proses pembusukan sampahnya tidak mencemari air tanah dan udara sekitar.
Sebagian lagi dikirimkan ke sebuah tempat bernama incinerator atau tempat pembakaran sampah untuk
dimusnahkan dengan cara dibakar.
Incinerator ini diperlukan
untuk membantu mengurangi volume sampah yang terus menggunung di landfill. Karena proses pembusukan sampah juga
memerlukan waktu cukup lama, kadang-kadang keterbatasan lahan landfill mengharuskan sebagian volume sampah harus
dibakar.
Incinerator dikelola sedemikian
rupa agar panas dari pembakaran bisa dimanfaatkan dan didaur ulang untuk sumber
energi atau pemanas, sedangkan gas buang dari cerobongnya diolah terlebih
dahulu agar kandungan bahan-bahan berbahaya yang bisa mencemari udara bisa
ditekan sekecil-kecilnya atau dihilangkan sama sekali. Hal ini juga sudah
diatur dengan ketat oleh Uni Eropa dan semua negara-negara yang tergabung dalam
Uni Eropa wajib mematuhinya
.
Bagaimana kalau kita harus membersihkan rumah dan ingin membuang
beberapa perkakas rumah tangga seperti meja, kursi, sepeda atau daun pintu?
Bagaimana kalau kita membersihkan kebun dan menebang pohon? Ke mana
sampah-sampah yang ukurannya besar ini harus dibuang karena tentu saja
tidak akan muat dimasukkan ke dalam kotak sampah yang kita punya di rumah?
Sampah-sampah berukuran besar tersebut harus dibuang ke tempat
pembuangan sampah terdekat. Tempat pembuangan sampah (TPS) ini bukan tanah luas
seperti di daerah Bekasi yang baunya bisa tercium dari jarak puluhan kilometer,
dan di mana kehidupan para pemulung barang bekas terpusatkan.
Tempat pembuangan sampah di sini (atau biasa disebut recycling centre atau the tip), ukurannya tidak terlalu besar. Biasanya
tempat ini punya gerbang yang bisa dibuka tutup dan dikunci di malam hari, dan
jalan masuknya teraspal rapi supaya bisa diakses oleh mobil yang keluar masuk
membawa barang-barang buangan.
Apa perbedaannya dengan landfill tadi?
Tentu saja berbeda. Kalau landfill digunakan
sebagai tempat pembuangan akhir (TPA) untuk sampah-sampah yang tidak bisa
didaur ulang lagi, TPS yang dimaksudkan di sini dipakai untuk mengumpulkan
sampah-sampah berukuran besar yang tidak bisa diambil oleh mobil pengangkut
sampah biasa.
Itulah perbedaannya. Untuk ke sini, orang yang ingin membuang
sampah harus membawa mobil sendiri. Di dalam recycling centre ini
ada beberapa petugas yang kerjanya memberi petunjuk ke mana para pengendara
mobil yang penuh barang-barang buangan ini harus memarkir mobilnya dan jenis
sampah apa harus masuk ke kotak yang mana.
Gambar 6. Recycling Centre atau tip
Tiap-tiap jenis sampah yang berbeda-beda harus dimasukkan ke
dalam kotak-kotak besi raksasa (Skip), yang
masing-masing sudah dilabeli untuk diisi jenis sampah tertentu. Contohnya,
sampah dari kebun seperti tebangan pohon, atau kotak yang lain ditujukan
sebagai tempat buangan sampah mesin seperti sepeda bekas, mesin cuci rusak,
dsb.
Dengan sistem pengelolaan sampah seperti ini, semua rumah dan
industri berkewajiban untuk melakukan pemisahan sampah sejak kita memakai
produk-produk yang kita konsumsi sehari-hari. Pemisahan sampah oleh konsumen
pemakai produk di tahap awal, sangat membantu mengurangi biaya sortir.
Bayangkan jika seluruh sampah tersebut dicampur aduk menjadi satu dan dibuang
bersama-sama. Alangkah sayangnya. Sampah yang harusnya bisa didaur ulang
bercampur dengan sampah lain, berakhir di TPA dan tidak bisa dimanfaatkan lagi.
Jikalau hendak didaur ulang, proses pemisahannya juga akan membutuhkan tenaga
dan waktu yang cukup lama.
Di Inggris, tidak diperbolehkan untuk membuang sampah dengan
cara menimbunnya di dalam tanah, atau membakarnya di kebun belakang rumah.
Selain untuk menghindari pencemaran tanah dan air tanah, juga asap pembakaran
akan mencemari udara. Seluruh pengelolaan sampah di negara Inggris dilakukan
oleh pemerintah, dan pemisahan sampah sejak di rumah menjadi kewajiban setiap
warga.
Hal ini mudah dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan hidup
sehari-hari dan menjadi tradisi. Kita akan otomatis memisahkan sampah menurut
jenisnya setiap hari dan setiap saat, tanpa menyadarinya. Selanjutnya adalah
tugas pemerintah untuk mengambil, mengolah dan melakukan pembuangan sampah
dengan pertanggungjawaban yang tinggi terhadap kesehatan, lingkungan dan alam
sekitar. Undang-undang kesehatan dan lingkungan yang sudah diregulasi oleh negara
dan Uni Eropa juga harus dipatuhi.
Apakah hal ini bisa juga dilakukan di Indonesia? Jawabnya tentu
saja bisa (merdeka!). Asalkan pemerintah dan masyarakat berperan aktif untuk
membangun kebiasaan ini bersama-sama, dan ini bukanlah hal yang mudah. Di satu
sisi karena pengelolaan sampah akan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, di
sini lain masyarakat masih perlu bimbingan dan penyuluhan terus menerus
mengenai kesadaran hidup bersih dan cara mengelola sampah yang benar dan ramah
lingkungan.
Tapi kita tak harus menunggu. Tentunya kita tidak perlu pula
mencontoh persis apa yang dilakukan negara lain di luar negeri. Karena pastinya
ada beberapa hal yang bisa mulai dilakukan di Indonesia untuk saat ini, yang
bisa kita mulai dari diri sendiri. Beberapa di antaranya adalah
1.
Pilihkan produk-produk yang tidak terlalu banyak atau besar
kemasannya, ini akan mengurangi volume sampah rumah tangga kita sendiri.
2.
Pisahkan sampah plastik yang bisa didaur ulang dengan sampah
organik yang ujung-ujungnya akan dibuang ke TPA. Berikan sampah plastik ini ke
pemulung yang sering singgah di perumahan-perumahan, atau letakkan sampah
plastik ini terpisah sehingga para pemulung tidak perlu mengorek-ngorek bak
sampah kalian untuk mencari plastik-plastik bekas. Selain memudahkan kerja si
pemulung, kalian juga sudah menyelamatkan beberapa bahan plastik yang jika
tercampur dengan sampah lainnya akan dibuang begitu saja ke TPA.
3.
Pisahkan produk-produk kertas seperti majalah bekas, koran
bekas, buku bekas, dan bawa ke tempat pengumpulan kertas di dekat rumah kalian.
Atau biasanya sering ada yang berkeliling mencari koran bekas untuk dibeli.
Selain membantu lingkungan, kalian juga bisa menambah uang saku atau uang
belanja dapur dari menjual kertas atau karton bekas ini.
4.
Pisahkan sampah organik dari kebun dan dapur yang bisa terurai.
Buat tempat penampungan kompos di belakang rumah dan sering-seringlah
mengaduk-aduk kompos kalian. Jika pemilahannya benar dan seluruhnya adalah
sampah organik, tidak akan tercium bau tak sedap dari kotak kompos.
5.
Pisahkan sampah botol kaca. Lakukan hal yang sama dengan sampah
kertas di atas. Bisa menambah uang saku atau uang belanja.
6.
Lipat dan bawa kantong belanja sendiri ke mana-mana. Jadi tidak
perlu mengkonsumsi kantong plastik setiap kali membeli sesuatu. Pastikan
kantong belanja kalian penuh sebelum memakai kantong berikutnya. Manfaatkan
kantong belanja seefisien mungkin. Ini akan mengurangi sampah plastik yang
bertebaran di TPA.
7.
Jangan terlalu konsumtif. Manfaatkan barang-barang lama untuk
dipakai ulang. Selain menghemat uang, juga membantu mengurangi konsumsi.
Wujudkan kreasimu sendiri untuk mendaur ulang barang-barang bekas di rumah
kalian agar bisa dimanfaatkan lagi.
8.
Jangan buang sampah sembarangan. Simpan sampah-sampah yang
kalian hasilkan dari konsumsi diri kalian sendiri, masukkan ke dalam kantung
celana atau tas jika perlu, hingga kalian sampai di rumah dan bisa memilah
sampah tersebut. Ingat, membuang satu sampah botol plastik minuman kemasan di
kotak sampah pinggir jalan, hanya akan menambah satu sampah botol plastik yang
sulit terurai di TPA!
9.
Jangan pernah berhenti berbagi ilmu dengan teman, keluarga dan
tetangga sekitar. Jadikan Indonesia, di mana rumah kalian berdiri dan di mana
kalian hirup udaranya setiap hari, menjadi lebih bersih.
HARAPAN-HARAPAN UNTUK
MASYARAKAT DAN PEMERINTAH DALAM PENANGANAN MASALAH SAMPAH DI INDONESIA
Cara pengendalian sampah
yang paling sederhana adalah dengan menumbuhkan kesadaran dari dalam diri untuk
tidak merusak lingkungan dengan sampah. Selain itu diperlukan juga kontrol
sosial budaya masyarakat untuk lebih menghargai lingkungan, walaupun kadang
harus dihadapkan pada mitos tertentu. Peraturan yang tegas dari pemerintah juga
sangat diharapkan karena jika tidak maka para perusak lingkungan akan terus
merusak sumber daya.
Keberadaan Undang-Undang
persampahan dirasa sangat perlukan. Undang-Undang ini akan mengatur hak,
kewajiban, wewenang, fungsi dan sanksi masing-masing pihak. UU juga akan
mengatur soal kelembagaan yang terlibat dalam penanganan sampah.
Demikian pula
pengembangan sumber daya manusia (SDM). Mengubah budaya masyarakat soal sampah
bukan hal gampang. Tanpa ada transformasi pengetahuan, pemahaman, kampanye yang
kencang. Ini tak bisa dilakukan oleh pejabat setingkat Kepala Dinas seperti
terjadi sekarang. Itu harus melibatkan dinas pendidikan dan kebudayaan,
departemen agama, dan mungkin Depkominfo. Di beberapa negara, seperti Filipina,
Kanada, Amerika Serikat, dan Singapura yang mengalami persoalan serupa dengan
Indonesia, sedikitnya 14 departemen dilibatkan di bawah koordinasi langsung
presiden atau perdana menteri.
Harapan-harapan saya
dalam pengelolaan sampah di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Mulailah kebiasaan hidup
sehat dan bersih dengan hal-hal kecil dari diri sendiri, contohnya membuang
sampah di tempatnya.
2. Berpartisipasi dalam
pengolahan sampah dalam masyarakat. Contohnya dengan mengikuti kerja bakti bagi
masyarakat, tugas piket bagi siswa, dan juga ikut serta dalam organisasi daur
ulang.
3. Menyadarkan orang lain
dalam melakukan hal-hal baik dalam pengelolaan sampah, seperti menulis artikel
atau menjalankan kampanye. Ketika tindakan kita sudah nyata dalam masyarakat,
orang lain juga akan tergerak.
4. Diperlukan manajemen data
yang lebih rapi agar memudahkan pencarian data terkait penelitian di bidang
persampahan.
5. Diperlukan peng-update-an
data secara terus menerus agar diperoleh informasi lengkap terkait teknologi
pengolahan dan pengelolaan sampah.
6. Diperketatnya
Undang-Undang yang mengatur tentang persampahan maupun tentang pengelolaan
sampah.
7. Masyarakat bisa melakukan
kebiasaan memilah sampah yang bisa didaur ulang dengan sampah yang susah untuk
didaur ulang (sampah organic dengan sampah non-organik)
8. Indonesia bisa meniru
cara pengelolaan sampah di negara-negara maju seperti Jerman, Inggris dan
Jepang.
9. Masyarakat membayar pajak
dengan tekun dan rutin. Dengan demikian, uang pajak tersebut bisa dipakai untuk
melengkapi sarana-sarana yang lengkap dalam pengelolaan sampah tersebut.
10. Kesadaran masyarakat
setempat untuk tidak melakukan korupsi dan hal hal yang merugikan Negara.
Karena hal tersebut akan menghambat perkembangan Negara dalam pengelolaan
sampah.
KALO
NEGARA LAIN BISA, INDONESIA HARUS LEBIH BISA !!! JJJ
HMP Lumba-Lumba BiologiUniversitas Jember